Pria Ini Dulu Seorang Kuli tapi Kini Usahanya Beromzet 4 Juta Per Hari
Suatu usaha jika ditekuni dengan telaten, sabar, ulet dan bersungguh-sungguh maka suatu saat nanti pasti akan memetik hasilnya. Usaha memang butuh kesabaran.
Kadang seseorang tidak sabar dengan usaha yang dijalankannya. Inginnya langsung memetik hasil yang fantastis, padahal usaha baru saja dimulai. Sehingga tidak jarang banyak pengusaha pemula yang menutup usahanya sebelum sempat memetik hasilnya. Memang kesuksesan dan kegagalan dalam berbisnis sangat banyak faktornya.
Berikut ini sebuah kisah sukses dari seseorang yang dilansir JPNN, seorang yang awalnya sebagai tukang kuli tapi kini sudah mempunyai usaha sendiri dengan omzet 4 juta per hari. Dan ternyata untuk meraih hasil tersebut dibutuhkan sebuah kesabaran dan ketekunan yang luar biasa. Orang yang sukses tersebut bernama Rustamaji. Rustamaji sudah menekuni usaha pembibitan dan penjualan tanaman hias selama lebih 30 tahun.
Seperti yang terlihat Senin lalu (19/6). Rustamaji yang terlihat sederhana dengan balutan baju koko, tengah mengawasi beberapa anak buahnya yang bertugas merawat tanaman.
Pria 59 tahun itu tampak menikmati kehidupannya yang sekarang. Kehidupan yang ia gapai setelah berpuluh-puluh tahun jatuh-bangun kini sudah membuahkan hasil.
Seperti yang terlihat Senin lalu (19/6). Rustamaji yang terlihat sederhana dengan balutan baju koko, tengah mengawasi beberapa anak buahnya yang bertugas merawat tanaman.
Pria 59 tahun itu tampak menikmati kehidupannya yang sekarang. Kehidupan yang ia gapai setelah berpuluh-puluh tahun jatuh-bangun kini sudah membuahkan hasil.
Berlokasi di Jalan Bukit Berbunga Nomor 185, Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kios Bunga Barokah menempati lahan seluas satu hektar. Ada ribuan tanaman yang ada di sana.
Rustamaji mengaku mulai bergelut dengan dunia tanaman sejak tahun 1971. Waktu itu, usianya masih belasan.
Rustamaji muda, memanfaatkan waktu luang untuk bekerja pada pamannya yang memiliki usaha budidaya tanaman hias.
Selain merawat tanaman, Rustamaji juga menjual tanaman milik pamannya itu. Selain bekerja pada pamannya, Rustamaji juga menambah pemasukan dengan bekerja serabutan. “Jadi kuli pernah, jadi sopir juga pernah,” ujar bapak dua anak ini.
Setelah jatuh bangun ‘ikut orang’, Rustamaji akhirnya memutuskan untuk merintis usahanya sendiri pada 1985. Dia memanfaatkan lahan yang ia pinjam dari neneknya. Luasnya sekitar 500 meter persegi.
Meski tak memiliki modal sepeserpun, Rustamaji tak kehilangan akal. Bagaimanapun dia sudah bertekad untuk memiliki usaha kios bunga sendiri.
“Alhasil, saya bawa tanaman-tanaman milik teman-teman saya. Saya bantu jualkan,” kata alumnus SMK Islam Batu ini.
Lewat sistem konsinyasi itulah, usaha Kios Bunga Barokah milik Rustamaji bisa berkembang. Bahkan, selang beberapa tahun kemudian, dia bisa membeli lahan yang sebelumnya ia pinjam dari neneknya.
Waktu itu, harga tanah di daerah sana masih Rp 100 ribu per meter persegi. Artinya, untuk lahan seluas 500 meter persegi, Rustamaji mengeluarkan kocek Rp 50 juta.
Keputusan membeli lahan itu ia ambil setelah melihat progres dari usaha yang ia rintis. Apalagi, sejak awal merintis usaha, Rustamaji berani membuat inovasi.
“Salah satunya, saya berani jual tanaman dengan harga lebih murah dari tempat lain. Minimal, selisihnya Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per tanaman,” kata dia.
Rustamaji juga rajin meng-upgrade pengetahuannya soal tren tanaman hias. “Saya sering mendapatkan informasi baru dari pameran-pameran di Jakarta dan Bandung,” ujar dia. Dengan cara itu, Rustamaji berusaha menjaga agar pelanggannya tidak ‘lari’ ke tempat lain.
Dia mengatakan, sebagian pelanggannya berasal dari kalangan wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu. “Saya sangat terbantu dengan konsep Batu sebagai kota wisata,” ujar dia.
Rustamaji pun berusaha menyeleraskan kiosnya dengan konsep kota wisata di Batu. Yakni dengan menjadikan kiosnya tak hanya menjadi tempat pembibitan juga penjualan, tapi juga destinasi wisata.
Itulah mengapa Rustamaji mau repot-repot menata letak tanaman hias, juga menjaga kebersihan kiosnya. Juga melengkapi kiosnya dengan gazebo, toilet umum, dan mushola.
“Dengan mengutamakan kenyamanan dan display, saya rasa pengunjung akan betah di sini. Sambil beli bunga, bisa istirahat dan foto-foto,” ujar dia.
Selain menjual tanaman kepada wisatawan yang berkunjung ke Batu, Rustamaji juga rutin memasok tanaman ke berbagai daerah. “Hampir semua provinsi. Sumatera, Sulawesi, bahkan Papua,” ujar dia.
Kemudian, dia juga pernah memasok tanaman ke beberapa negara tetangga, seperti Malaysia. Lantas, berapa omzet yang didapat Rustamaji dari Kios Bunga Barokah miliknya?
Rustamaji mengatakan, minimal, dia mendapatkan Rp 4 juta per hari dari penjualan tanaman. Omzet itu menjadi angka minimal yang harus ia dapat per hari. “Kalau kurang dari itu, ndak nutut untuk operasional,” ungkap dia.
Lebih lanjut, Rustamaji mengungkapkan resep lain yang membuat usahanya bisa berkembang sebesar sekarang.
“Sejak awal merintis, saya selalu tidur di atas jam 12 malam untuk salat tahajud dan istikharah,” pungkasnya.
Rustamaji mengaku mulai bergelut dengan dunia tanaman sejak tahun 1971. Waktu itu, usianya masih belasan.
Rustamaji muda, memanfaatkan waktu luang untuk bekerja pada pamannya yang memiliki usaha budidaya tanaman hias.
Selain merawat tanaman, Rustamaji juga menjual tanaman milik pamannya itu. Selain bekerja pada pamannya, Rustamaji juga menambah pemasukan dengan bekerja serabutan. “Jadi kuli pernah, jadi sopir juga pernah,” ujar bapak dua anak ini.
Setelah jatuh bangun ‘ikut orang’, Rustamaji akhirnya memutuskan untuk merintis usahanya sendiri pada 1985. Dia memanfaatkan lahan yang ia pinjam dari neneknya. Luasnya sekitar 500 meter persegi.
Meski tak memiliki modal sepeserpun, Rustamaji tak kehilangan akal. Bagaimanapun dia sudah bertekad untuk memiliki usaha kios bunga sendiri.
“Alhasil, saya bawa tanaman-tanaman milik teman-teman saya. Saya bantu jualkan,” kata alumnus SMK Islam Batu ini.
Lewat sistem konsinyasi itulah, usaha Kios Bunga Barokah milik Rustamaji bisa berkembang. Bahkan, selang beberapa tahun kemudian, dia bisa membeli lahan yang sebelumnya ia pinjam dari neneknya.
Waktu itu, harga tanah di daerah sana masih Rp 100 ribu per meter persegi. Artinya, untuk lahan seluas 500 meter persegi, Rustamaji mengeluarkan kocek Rp 50 juta.
Keputusan membeli lahan itu ia ambil setelah melihat progres dari usaha yang ia rintis. Apalagi, sejak awal merintis usaha, Rustamaji berani membuat inovasi.
“Salah satunya, saya berani jual tanaman dengan harga lebih murah dari tempat lain. Minimal, selisihnya Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per tanaman,” kata dia.
Rustamaji juga rajin meng-upgrade pengetahuannya soal tren tanaman hias. “Saya sering mendapatkan informasi baru dari pameran-pameran di Jakarta dan Bandung,” ujar dia. Dengan cara itu, Rustamaji berusaha menjaga agar pelanggannya tidak ‘lari’ ke tempat lain.
Dia mengatakan, sebagian pelanggannya berasal dari kalangan wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu. “Saya sangat terbantu dengan konsep Batu sebagai kota wisata,” ujar dia.
Rustamaji pun berusaha menyeleraskan kiosnya dengan konsep kota wisata di Batu. Yakni dengan menjadikan kiosnya tak hanya menjadi tempat pembibitan juga penjualan, tapi juga destinasi wisata.
Itulah mengapa Rustamaji mau repot-repot menata letak tanaman hias, juga menjaga kebersihan kiosnya. Juga melengkapi kiosnya dengan gazebo, toilet umum, dan mushola.
“Dengan mengutamakan kenyamanan dan display, saya rasa pengunjung akan betah di sini. Sambil beli bunga, bisa istirahat dan foto-foto,” ujar dia.
Selain menjual tanaman kepada wisatawan yang berkunjung ke Batu, Rustamaji juga rutin memasok tanaman ke berbagai daerah. “Hampir semua provinsi. Sumatera, Sulawesi, bahkan Papua,” ujar dia.
Kemudian, dia juga pernah memasok tanaman ke beberapa negara tetangga, seperti Malaysia. Lantas, berapa omzet yang didapat Rustamaji dari Kios Bunga Barokah miliknya?
Rustamaji mengatakan, minimal, dia mendapatkan Rp 4 juta per hari dari penjualan tanaman. Omzet itu menjadi angka minimal yang harus ia dapat per hari. “Kalau kurang dari itu, ndak nutut untuk operasional,” ungkap dia.
Lebih lanjut, Rustamaji mengungkapkan resep lain yang membuat usahanya bisa berkembang sebesar sekarang.
“Sejak awal merintis, saya selalu tidur di atas jam 12 malam untuk salat tahajud dan istikharah,” pungkasnya.